![MEMAHAMI ETIKA ADMISTRASI DALAM PRAKTEK](file:///C:/DOCUME~1/user/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
DI SUSUN
OLEH :
MAULIZA RAMA YANTI
NIM :
![https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvUmMNWmEOeLpiz_GkqAsafws6izWriarJl7Tn8CC6-Y_GoQkxLjS7wnnJS59sS2WGuBicyPCIbWk4xVGxjtg7R6QXpgYFwx8fHynBXaav7SP4hZ8iHMoYklCNJ0pb4-TUlguWmLLOox4/s320/Logo_Universitas_Malikussaleh_UNIMAL_Hitam_putih.jpg](file:///C:/DOCUME~1/user/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg)
![UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2014](file:///C:/DOCUME~1/user/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
KATA PENGANTAR
Puji
Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karuniaNyalah, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya
Kami
sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan
kami, semoga Makalah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri
bagi generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui Tentang Asuransi kesehatan
dalam masyarakat
Lhokseumawe, 15 Mei 2014
MAULIZA RAMAYANTI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.
Latar Belakang...................................................................................... 1
2.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
3.
Tujuan penulisan.................................................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................... 2
A.
Asas-Asas
Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik.......................... 2
B.
Prinsip
Demokrasi................................................................................. 2
C.
Keadilan
sosial dan pemerataan............................................................ 3
D.
Mengusahakan
Kesejahteraan Umum................................................... 4
E.
Mewujudkan
Negara Hukum................................................................ 5
F.
Dinamika
dan Efesiensi........................................................................ 7
G.
Administrasi,
Nilai-Nilai Yudisial Dan Norma Pengawasan................ 9
H.
Kearifan
dan Kebijakan........................................................................ 9
I.
Etos
Kerja........................................................................................... 10
BAB III. PENUTUP..................................................................................... 11
A.
Analisis
............................................................................................... 11
B.
Saran................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konsep-konsep tentang nilai moral dan etika dalam administrasi
pemerintahan dirumuskan untuk diterapkan dalam kehidupan kenegaraan dan lingkup
administrasi yang sesungguhnya. Keanfaatan konsepsi etika tersebut hanya akan
terasa apabila ia benar-benar dapat menjadi bagian dari dinamika administrasi modern.
Dalam banyak hal, konsep dan teori filosofis mengenai moralitas dalam bidang
administrasi negara itu juga berasal dari praktek adinistrasi sehari-hari. Oelh
sebab itu, pembahasan mengenai etika administrasi negara tidak berada dalam
ruang hampa, ia harus selalu menyertakan pembahasan tentang aplikasinya,
bagaimana para birokrat dan administrator bertindak atau harus bertindak
menurut kaidah-kaidah etis yang ada.
Begitu banyak teori maupun konsep yang membahas tentang kaidah normative
yang terdapat diantara penguasa negara. Demikian pula konsep-konsep seperti
keailan, kedaulatan rakyat, kepentingan umum, norma-norma dan sebagainya. Namun
terkadang uraian yang terdapat di dalamnya sangat abstrak sehingga sulit
dipahami.
B.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana penerapan konsep etika dalam administrasi
b. Apa asas-asas birokrasi yang baik
c. Bagaimana implementasi etika dalam praktek.
C.
Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui penerapan
konsep etika dalam administrasi
b. Untuk mengetahui asas-asas
birokrasi yang baik
c. Untuk mengetahui implementasi
etika dalam praktek.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asas-Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang
Baik.
Merumuskan asas umum pemerintahan yang baik
kedalam satu kata adalah upaya yang sangat sulit, dan upaya tersebut hampir
mustahil apabila asas tersebut adalah asas untversal di setiap negara di bumi
ini. Alasannya sederhana, karena setiap negara memiliki konteks budaya yang
berbeda-beda, kebutuhan rakyat pada sewatu-waktu yang selalu berubah, dan
masalah yang dihadapi masing-masing negara tentunya berbeda-beda pula.
Tampaklah bahwa perkembangan situasi politik,
social, dan budaya serta dinamika masyarakat turut mempengaruhi opini
masyarakat tentang system administrasi pemrintah yang ideal. Akan tetapi diatas
semua itu sesungguhnya masuh dapat ditemuka dasar-dasar bagi system
pemerintahan yang secara umum dianggap sebagai system pemerintahan yang secara
umum di anggap sebagai system pemerintahan yang baik. Walaupun interprestasi
dan pendapat individual mempengaruhi wujud pemerintahan yang didambakan oleh
masyarakat, namun landasan pemikiran yang disepakati oleh sebagian besar
masyarakat akan dapat di pakai sebagai pedoman.
B.
Prinsip
Demokrasi
Tujuan rakyat dalam membentuk negara ini
adalah untuk dipergunakan sebagai sarana guna mencapai cita-cita yang lebih
tinggi yang semua itu terkandung dalam tujuan negara. Pilar utama prinsip
demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan
bahwa rakyatlah yang menentukan kehendak negara, dan rakyat yang akan menentukan
pula bagaimana berbuatnya. Maka dalam system pemerintahan yang memakai asas
kedaulatan rakyat kepentingan rakyat menempati kedudukan yang paling tinggi.
Seperti yang telah dikemukakan, system pemerintahan
dan ketatanegaraan suatu negara dengan negara yang lain jarang sekali yang
sepenuhnya sama walaupun asasnya sama yaitu penyelenggaraan system demokrasi
dengan jalan perwakilan.
Pada tataran makro, system pemerintahan
demokratis suatu negara dapat digolongkan kedalam tiga macam bentuk, yakni :
1.
System parlementer
2.
System pemisahan kekuasaan
3.
System referendum
Ajaran trias polotica merupakan landasan pokok
dalam system pemisahan kekuasaan. Gagasan utamanya adalah bahwa antara
kekuasaan lembaga eksekutif, lembaga legislative, dan lembaga yudikatif harus
ada pemisahan penuh. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh preseden yang dipilih
oleh rakyat baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Sebagai unsure
eksekutif yang benar-benar merupakan kepala pemerintahan, presiden di bantu
oleh mentri-mentri yang menjalankan secara langsung tugas-tugas pemerintahan
itu. Lembaga perwakilan mempunyai tugas di bidang legislative, yaitu merumuskan
peraturan perundangan. Apabila terdapat perselisihan antara lembaga eksekutif
dan lembaga legislative maka, lembaga yudikatif yang akan memutuskannya. Ketiga
macam kekuasaan negara itu masing-masing harus dipisahkan dan tidak saling
mempengaruhi karena di khawatirkan bahwa jika satu lembaga mempunyai dua atau
lebih kekuasaan akan ada penyalahgunaan kekuasaan tersebut.
Kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, kekuasaan eksekutif dipegang oleh presiden dengan para
mentri yang tergabung dalam cabinet, dan kekuasaan Yudikatif dipekang oleh
Mahkamah Agung bersama segenap jajaran kehakiman. Disamping Indonesia memiliki
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tinggi negara, sebagai
perwujudan prinsip demokrasi, asas kedaulatan rakyat dijalankan melalui konsep
permusyawaratan-perwakilan.
C.
Keadilan sosial dan pemerataan
Diantara ketiga sasaran yang termuat dalam
trilogy pembangunan, masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasil
pembangunann agaknya merupakan masalah yang masih belum terpecahkan.
Indicator-indikator ekonomi dalam pembangunan
yang membesarkan hati. Tetapi seiring itu pula muncul persoalan keadilan
social sebagai akibat distribusi hasil-hasil pembangunan yang kurang merata.
Oleh sebab itu salah satu asas umum pemerintahan dan administrasi pembangunan
yang perlu dapat perhatian lebih besar sekarang ini adalah yang menyangkut
keadilan dan pemerataan. Kedua konsep ini juga merupakan landasan pokok bagi
etika pembangunan dan merupakan ukuran moralitas bagi kebijakan public.
Cita-cita keadilan distributive hanya akan
tercapai apabila malalui program-program pembangunannya pemerintah mampu
mewujudkan keadilan dan menghindari ketimpangan-ketimpangan social, politik,
aupun ekonomis. Dalam lingkup negara, setidak-tidaknya ada dua dimensi
kepentingan yang harus diperhatikan. Pertama, kepentingan di antara kelompok-kelompok
social yang berbeda dalam suatu negara. Ketimpangan ini terjadi karena
kesengajaan antara pendapatan kelompok
kaya dan kelompok miskin.
Kedua, ketimpangan antara wilayah-wilayah geografis dalam suatu negara
atau disebut juga ketimpangan regional. Berbagai ukuran yang menunjukkan
ketimpangan regional.
Maka yang diperlukan sekarang adalah
kebijakan-kebijakan pemerintah yang lebih menyentuh kelas masyarakat yang
kurang beruntung atau kelompok yang tidak memiliki sumberdaya untuk
mengembangkan dirinya. Kebijakan-kebijakan seperti ini disamping sangat
dibutuhkan untuk komunitas pembangunan di masa mendatang ternyata juga
mengandung landasan etis dan moral yang kuat bagi para pembuat keputusan itu
sendiri.
D.
Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Salah satu prasyarat legimitasi kekuasaan
negara adalah apabila negara, melalui aktivitas-aktivitas pemerintahan dapat
mengusahakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat. Kewenangan aparatur negara
untuk membebankan kewajiban-kewajiban tertentu kepada rakyat yang absah hanya
apabila rakyat dapat merasakan peningkatan kesejahteraan yang merata. Oleh
karena itu setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen tersebut bukan
semata-mata karena mereka diberi amanat atau dibayar oleh negara melainkan
karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada
uumnya.
Ada dua elemen kebutuhan pokok yaitu:
1. Persyaratan-persyaratan
minimum keluarga untuk konsumsi sendiri, seperti sandang, pangan dan papan.
2. Layanan-layanan esensial
yang mendasar yang sebagian besar disediakan oleh masyarakat dan untuk
masyarakat seperti air minum yang bersih, sanitasi, kendaraan umum, fasilitas
jesehatan dan fasilistas pendidikan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan dalam
upaya peningkatan kesejahteraan umum adalah menyangkut ketenagakerjaan dan
kependudukan. Walaupun bidang-bidang pekerjaan baru telah diusahakan untuk
dibuka dan diperluas, tingkat pengangguran dan setengah pengangguran masih
tinggi.
Meskipun masalah kependudukan dan
ketenagakerjaan masih merupakan kendala besar bagi pemerintah, dalam
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Masih banyak
masalah-masalah yang mengenai kedua hal tersebut yang masih harus diselesaikan.
E.
Mewujudkan Negara Hukum
Didalam pembukaan maupun pasal-pasal batang
tubuh UUD 1945 memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa indonsesia adalah
negara hukum. Akan tetapi sesungguhnya gagasan utama dan aturan-aturan dasar
yang melandasi terbentuknya republic ini adalah sesuai dengan cita-cita negara
hukum. Ini sejalan dengan pernyataan dalam penjelasan umum UUD 1945 sendiri
bahwa untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara tidak cukup hanya menyelidiki
pasal-pasal undang-undang dasarnya saja, tetapi harus menyelidiki juga
bagaumana prakteknya dan suasana kabinetnya dari undang-undang dasar tersebut.
Kecuali itu, pada penjelasan mengenai system pemerintahan negara juga telah
pula ditegaskan :
1. Indonesia ialah negara yang
berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2. System konstitusional,
artinya negara berdasa atas hukum dasar tidak bersifat absolutisme (kekuasaan
yang tidak terbatas).
Jadi jelas bahwa konstitusi negara Indonesia
amat menginginkan untuk mewujudkan negara hukum. Penegasan ini mengandung arti
bahwa segenap rakyat bersama-sama dengan aparatur pemerintahan hendak
mewujudkan suatu system pemerintahan yang dijalankan menurut kaidah-kaidah
hukum.
Aspek pokok bagi terciptanya negara hukum juga
berarti ditaatinya Peraturan hukum dalam segenap aktivitas negara atau
pemerintah. Unsru-unsur rule of law meliputi:
a. Keutaaman aturan-aturan
tidak hanya kekuasaan yang sewenang-wenang dalam arti bahwa seseorang hanya
boleh dihukum kalau memang melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama
dihadapan hukum. Dalil ini berlaku untuk orang biasa maupun pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak asasi
manusia oleh undang-undang dasr serta keputusan-keputusan pengadilan.
Selanjutnya unsure-unsur rule of law ini dapat
dijabarkan kedalam gagasan-gagasan yang lebih elementer, misalnya saja
ketentuan mengenai adanya badan kehakiman yang bebas, kebebasan untuk
berseikat, berorganisasi dan beroposisi, kebebasan menyatakan pendapat,
pemilihan umum yang bebas, dan lain sebagainya.
Apabila system pemerintahan dapat melaksanakan
konsep-konsep yang terdapat dalam idealisme
negara hukum, maka control social akan dapat berjalan dengan sendirinya.
Yang dimaksud dengan control social adalah penyataan sikap masyarakat baik
secara perorangan maupun secara berkelompok yang diwujudkan dalam tingkah laku,
lisan atau tulisan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang diatur dalam
konstitusi dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan atas tindakan-tindakan
pemerintah dalam bidang politik, social, ekonomi, budaya, dan hamkam yang
dianggap tidak sesuai dengan konstitusi, rasa keadilan, dan tujuan pembangunan.
Peraturan hukum yang paling relevan dengan
kedudukan para pejabat pemerintah adalah undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara atau yang disebut juga dengan Peradilan
Administrasi Negara. Undang-undang ini dimaksudkan untuk menghadapi kemungkinan
timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara badan atau
pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat.
Dengan demikian diberlakukannya undang-undang
ini, adalah untuk menciptakan aparatur pemerintah yang bersih (clean government)
dan menjaga supaya administrasi administrasi negara dapat terlaksana dalam
suasana yang tertib berdasarkan hukum selama mereka menjalankan tugas-tugas
pemerintah dengan iktikad baik menurut pedoman aturan yang berlaku.
F.
Dinamika dan Efesiensi
Apabila semua orang mengamati suasana kerja di
dalam organisasi-organisasi swasta dan kemudian membandingkannya dengan suasana
kerja dalam birokrasi pemerintahan, maka kesan umum yang dirasakan adalah
kurangnya dinamika dalam lingkungan kerja birokrasi pemerintah. Kantor-kantor
pemerintah memiliki kelompok sasaran yang lebih umum dan lebih luas
dibandingkan dengan organisasi swasta. Inilah yang sering menyebabkan bahwa
para pejabat atau pegawai dikantor-kantor pemerintah itu kurang bisa
menafsirkan secara cepat tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Maka untuk menciptakan sosok birokrasi
pemerintahan dan responsive terhadap kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi
masyarakat, dinamika dalam melaksanakan tugas-tugas negara merupakan prasyarat
yang tidak boleh dilupakan. Tentu saja yang dimaksud dengan dinamika di sini
bukanlah perubahan-perubahan prosedur dan aturan yang terlalu sering sehingga
keampuan adaptasi organisasi yang lebih baik sehingga ia sanggup mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dan dapat melahirkan
kebijakan-kebijakan yang tepat.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh birokrasi
pemerintahan untuk mewujudkan efesiensi masksimal memang begitu kompleks.
Selain harus meelihara netralitas diatas kepentingan-kepentingan yang
berlainan, birokrasi pemerintah juga harus memecahkan disfungsi birokrasi dalam
organisasi yang diakibatkan oleh struktur yang tidak mendukung. Birokrasi
mungkin telah diperlengkapi dengan personalia yang professional dengan
spesialisasi aturan yang bagus dan aturan yang cukup baik, namun struktur yang
mendasarinya terkadang justru tidak rasional. Knott dan Miller mengatakan ada
empat macam persoalan yang sering terdapat dalam beirokrasi pemerintah yaitu:
1. Daur kekakuan aturan
Karena struktur birokrasi yang kurang
fleksibel, birokrasi pemerintah cendrung membatasi kapasitas kognitif dari
aparat-aparatnya. Birokrat sering ragu-ragu dalam bertindak karena system
senioritas dan aturan yang kaku. Sebelum bertindak kebanyakan birokarat
menunggu orang lain untuk bertindak dan meyakinkan bahwa dulu apakah tindakan
itu dibenarkan menurut prosedur.
2. Pengalihan Sasaran
Kelemahan menejerial seringkali tidak berhasil
memotivasi individu untuk mencapai tujuan-tujuan organisasional. Sebaliknya,
system manajerial itu hanya merangsang individu untuk mengikuti aturan-aturan
hirarkis dan prosedur-prosedur standard operasi. Itulah sebabnya sasaran atau
tujuan organisasi sering bergeser, bukan untuk melaksanakan layanan umum secara
efisien melainkan sekadar untuk melestarikan aturan-aturan yang ada.
3. Kurangnya kapasitas personil
yang terlatih
Yang dimaksud dengan kapasitas disini adalah
kemampuan personil untuk melihat tugas-tugasnya dalam rangka proses organisasi
secara keseluruhan. Dalam birokrasi public terdapat kecendrungan bahwa
masing-masing personil melihat masalah dari perspektifnya sendiri, dan
menganggap bahwa tidak ada sumbangan personil lain untuk memecahkan masalah
tersebut.
4. System kewenangan berganda
Apabila seorang pakar menentang otoritas
hirarkis dari seorang atasan yang awam, yang terjadi seringkali bukan karena
dia tidak sepaham dengan atasan tersebut dalam memecahkan masalah tertentu,
melainkan karna ia ingin memperlihatkan otoritas professionalnya. Ketidak
sepakatan seseorang bawahan terhadap atasannya acapkali sekedar untuk membuktikan
kemampuan teknisnya apalagi kalai dia tahu bahwa dia memiliki pengetahuan
teknisnya, apalagi kalau dia tahu bahwa dia memiliki pengetahuan teknis yang
lebih unggul dibandingkan atasannya itu. Tampak disini adanya perbenturan dalam
system kewenangan berganda, antara kewenangan structural dan kewenangan
fungsional.
G.
Administrasi, Nilai-Nilai Yudisial Dan Norma
Pengawasan
Pembuatan keputusan merupakan penopang utama
kegiatan administrasi. Sebaigan besar proses administrasi berupa serangkaian
pemilihan alternative tindakan atau pengambilan keputuasn. Waktu yang tersedia
untuk mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut seringkali sangat sempit
karena permasalahan yang ada mebutuhkan penaganan segera. Sementara itu
pertimbangan efesiensi terkadang tidak memungkinkan bagi para pejabat
pemerintah untuk berlama-lama memikirkan akibat dari suatu keputusan atau
mencari landasan legalitas dari kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Karena
itulah para pejabat pemerintah dituntut untuk mampu menjawab persoalan-persoalan
secara pragmatis.
Maka dalam menjalankan tugas-tugasnya para
pejabat pemerintah selalu berada ditengah-tengah kontradiksi antara
pertimbangan pragmatis dan pertimbangan legalitas. Dia harus ampu
menyeimbangkan antrara preferensi pribadi, kemauan membuat undang-undang, serta
peraturan-peraturan yang berlaku dalam lembaga tempat ia mengabdi
.
H.
Kearifan dan Kebijakan
Perkembangan konstelasi politik dan ekonomi di
Indonesia selama dasawarsa terakhir menampakkan tiga kecendrungan utama.
Pertama, meningkatnya kemakmuran dengan semakin terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan ekonomi masyarakat. Kedua, meluasnya kekuasaan birokrasi
pada setiap jenjang administrasi pemerintah. Dan yang terakhir, meningkatnya
kekuatan politis bagi para eksekutif berarti meningkat pula peranan birokrat
dan administrator dalam penentuan kebijakan-kebijakan yang menyangkut
masyarakat luas. Di sebagian besar negara industry terlihat pula bahwa para
eksekutif pemerintah senantiasa menjadi sorotan public berkenaan dengan
kebijakan-kebijakan penting yang diambilnya.
Apabila orang mempertanyakan landasan etis
bagi kebijakan-kebijakan yang diambil seorang pejabat pemerintah, yang
pertama-tama dibicarakan adalah legitimasi kekuatan pemaksa untuk mengatur
sebagian dari hak-hak warga negara. Keharusan bagi setiap warga negara untuk
mengatur sebagian dari hak-hak warga negara.
Makin tinggi kedudukan seorang pejabat, makin
dituntut syarat kearifan itu karena ia akan semakin banyak terlibat dalam
bidang manajerial ketimbang teknis. Logikanya ialah bahwa semakin tinggi
jawatan seseorang semakin banyak orang lain yang akan dipengaruhi oleh
kepurusan-keputusan pejabat tersebut sehingga makin besar resiko ketidak puasan
diantara parabawahan atau masyarakat.
I.
Etos Kerja
Pembicaraan yang berdasar atas filosofis dan
sosiologis akan banyak dilibatkan kalau orang membahas tentang etos kerja.
Menurut Geertz, etos kerja adalah “sikap
yang mendasar terhada diri dan dunia yang dipancarkan hidup”. Artinya etos
kerja adalah aspek evaluative, yang bersifat menilai.
Dengan demikian yang dipersoalkan dalam etos
kerja adalah kemungkinan-kemungkinan sumber motivasi seseorang dalam berbuat
apakah pekerjaan di anggap sebagi keharusan demi hidup, apakah pekerjaan
terikat pada identitas diri, atau apakah yang menjadi sumber pendorong
partisipasi dalam pembangunan. Etos juga merupakan landasan ide, cita, atau
pikiran yang akan menentukan system tindakan. Karena etos kerja menentukan
penilaian manusia terhadap suatau pekerjaan maka ia akan menentukan pula
hasil-hasilnya. Semakin progresif etos kerja suatu masyarakat, semakin baik
hasil-hasil yang akan dicapai baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
BAB III
PENUTUP
A.
Analisis
Penerapan etika adminitrasi dalam prakteknya
terutama dalam administrasi pemerintahan meiliki banyak aspek-aspek yang harus
dijalankan dengan sebaik- baiknya, seperti menjalankan asas-asas birokrasi
pemerintahan yang baik, dengan mewujudkan peinsip demokratis, keadilan social
dan pemerataan serta mewujudkan kesejahteraan umum.
Berbicara masalah etika tentunya tidak
terlepas dari factor sifat individu yang menjalankan kegiatan baik itu dalam
berorganisasi maupun kegiatan kesehariannya. Tentunya dalam praktek menerapkan
etika administrasi dalam pemerintahan perlu adanya kesadaran dari masing-masing
aparat birokrasi untuk benar-benar menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Selain itu dalam upaya penerapan etika
administrasi pemerintahan yang baik, perlu adanya aturan-aturan yang dibuat
untuk mengatur para birokrat untuk tetap konsisten menjalankan dan mengamalkan
etikan yang baik dalam administrasi pemerintah.
Jika dilihat kondisi Indonesia pada saat ini,
melalui fakta-fakta yang ada, saat ini masih banyak instansi-instansi
pemerintah yang belum mampu menerapkan prinsip etika administrasi yang baik,
sekali lagi hal ini tertumpu pada kemauan individu-individu yang berkerja dalam
instansi tersebut untuk dapat merubah kebiasaan yang buruk dan mengantinya
dengan penerapan etika administrasi yang baik.
B.
Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak sekali kekurangan dan kelemahan baik dalam segi
penulisan, penyusunan maupun materi yang disajikan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna menjadi bahan introveksi
penulis dalam membuat makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi
Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2001.
Robert C., Solomon. 1987. Etika: Suatu
Pengantar. Jakarta: Erlangga.
J.
Frankena,
William. 1982. Ethics. New Delhi: Prentice-Hall.
H. De Vos. 1987. Pengantar Etika.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar